Friday, July 17, 2009

CALON MERTUAKU (26)

Saat aku dan LEN tiba di rumahnya, kami mendapati ibunya sedang di pekarangan rumahnya. Kulihat di matanya bahwa ia sudah tahu maksud kedatanganku. Kulihat ada rasa tidak suka di matanya. Tapi saya merasa maklum bahwa aku telah merampas LEN darinya. Aku mengerti ia sudah merasa kewalahan memikirkan aku dan LEN. Di satu sisi mungkin ia merasa tidak mampu menghalangi aku untuk terus berjumpa bersama putrinya LEN. Di satu sisi ia merasa senang melihat kami karena melihat putrinya LEN sangat bahagia bila bersamaku. Dua sisi bertolak belakang itu kulihat di wajah ibu LEN. Yang hari itu akan bermaksud kuminta untuk menjadi mertuaku.
Dalam rencana melamar ini, bukan aku sendiri yang datang. Tapi aku datang bersama LEN, sebab aku dan LEN memang bertemu di rumah Irma. Kedatangan kami saja sudah merupakan sesuatu yang melanggar peraturan bagi orang yang sudah merasa tua dan dihormati sebagai orang tua. Tapi semua telah ditata Tuhan untuk terjadi seperti ini. Tadinya Irma yang kusuruh untuk memanggil LEN. Lalu disitulah kutahu bahwa orang tua LEN sudah datang dari luar kota. Itu yang menyebabkanku datang bersama LEN dalam hal meramal ini.
Begitu sampai di rumahnya. LENpun segera memperkenalkan aku dan ayahnya. Kami bertemu dan berjabat tangan di ruang tamu. Ayahnya ternyata seorang laki laki jangkung dan berkulit bersih. Dia lebih tinggi dariku. Aku benar benar belum pernah melihat dia sebelumnya. LEN segera menyuguhi kami mimuman. Dan terus pergi ke kamar karena mungkin ia malu untuk berada di ruang tamu itu. Atau juga karena ia tahu bahwa ayahnya benar benar tak akan setuju dengan hubungan cinta kami. Tapi aku mengerti. Tentu ia hanya mengerjakan dan menghadapi apa yang ia mampu. Ibu dan ayah LEN duduk berseberangan denganku. Aku duduk di hadapan kedua orang tuanya. Mereka sudah yakin apa yang akan aku katakan. Sementara aku sendiri tak tahu dari mana aku harus memulai pembicaraan. Tentu saja sulit bagiku untuk memulai, sebab ini kali pertama aku melakukan tugas semacam ini. Dan aku sendiri sudah paham bahwa calon mertuaku sudah menganggapku sebagai pembohong besar. Hanya satu yang membuatku tegar dalam menghadapi dialog ini. Aku selalu ingat bahwa aku sudah memiliki hati LEN. Aku tahu ia mencintaiku. Hanya itulah senjataku dalam menghadapi semua ini.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

No comments:

Post a Comment