Friday, July 24, 2009

KARENA AKU MENCINTAI LEN (43)

Belum sampai dua bulan setelah perkawinanku dengan LEN, ternyata ibu Tia semakin berani mengincar kami. Ia semakin berani menemui istriku. Ini merupakan salah satu yang aku takutkan dalam meyakinkan istriku. Tapi syukurlah, akhirnya Tuhan memberi keberanian pada istriku untuk mengusir ibu Tia. Akupun tak tahu hal ini. Aku tahu karena istriku menceritakan kalau ia telah mengusir ibu Tia. Tak tahu sejauh mana pembicaraan mereka. Aku hanya diberi tahu bahwa istriku telah mengusir ibu Tia. Kalau bukan dia yang mengusirnya, bagaimana mungkin aku sampai hati. Memang aku tidak suka pada Tia. Tapi tak mungkin aku mampu mengusir ibunya. Sukurlah istriku bisa menyelamatkan rumah tangga kami dari jurang kecurigaan yang bisa saja akan melahirkan rasa tidak nyaman di antara kami.
Beberapa bulan kemudian, ibu Tia juga pernah menemuiku di tempat usahaku. Mungkin ia telah berusaha agar istriku tidak mengetahui bahwa ia menemuiku. Karena sudah pasti ibu Tia takut pada istriku. Bukan karena istriku galak. Tapi karena kedatangan ibu Tia hanya ingin menghancurkan rumah tanggaku dengan LEN. Itulah sebabnya ia takut bertemu istriku.
Di kedatangan ibu Tia ini, ia hanya mengatakan bahwa Tia sudah dilamar seseorang. Ia datang ingin menanya apakah saya setuju. Saat itu aku jadi heran. Kenapa harus aku yang menjawab. Tapi kuhargai kedatangannya sebagai orang tua. Kukatakan bahwa Tia lebih baik menerima lamaran itu. Wajah ibu Tia jadi merah padam mendengar jawabanku. Mungkin ia tidak menginginkan jawaban itu. Tapi aku tidak akan berkhianat pada istriku. Akhirnya ibu Tia pergi dengan rasa malu yang amat sangat. Seminggu kemudian ia datang lagi untuk mengantarkan undangan pernikahan Tia. Juga tanpa setahu istriku. Memang benar benar membuatku pusing semua ini. Seandainya aku boleh memilih, aku lebih baik tak pernah bertemu Tia pada masa laluku, tak pernah berpacaran dengan Tia, dari pada harus menerima tamu yang selalu siap memporak porandakan rumah tanggaku. Begitu ibu Tia pergi, itulah terakhir kali aku melihat wajahnya. Kartu undangan yang ia berikan, kubuang seketika itu. Aku takut bila istriku akan bersedih lagi bila mengetahui hal ini. Karena aku hanya mencintai dan menyayangi LEN istriku. Aku tidak pergi ke pesta Tia dan tak pernah ingin menceritakan hal ini.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

No comments:

Post a Comment